Sarana Belajar
Sesuai dengan faktor-faktor yang mempengaruhi situasi belajar di kelas, sarana belajar dapat menunjang penciptaan situasi belajar. Selain itu sarana belajar juga mempengaruhi kualitas interaksi murid dengan murid dan interaksi guru dengan murid. Sarana belajar berupa pajangan dapat digunakan sebagai bahan diskusi kelompok atau diskusi kelas. Demikian pula tersedianya peta, bagan, dan gambar sebagai sarana belajar dapat digunakan untuk meningkatkan interaksi guru dan murid.
Sebelum anak masuk sekolah hampir semua kata-kata dipahaminya, melalui pengalaman langsung dengan benda atau lingkungannya. Dengan perantaraan benda dan lingkungan itulah, interaksi antara orang tua dengan anak berada dalam suasana belajar. Tetapi setelah anak itu masuk sekolah, terjangkitlah ia dengan penyakit verbalisme. Penyakit inilah yang sedang berkecamuk di sekolah dasar, yaitu murid tidak memahami isi atau arti dari kata-kata yang diterimanya. Murid diminta untuk menghafal kata-kata yang tidak dipahami secara benar. Jelas bahwa menghafal bukan saja memudahkan terjadinya verbalisme, tetapi juga kurang menarik, kurang menyenangkan dan mungkin juga membosankan. Kata-kata sendiri penting diketahui oleh murid sekolah dasar, karena semua hasil belajar akhirnya harus ditunjukkan melalui kata-kata. Selain itu semua pengalaman belajar yang dialami oleh murid akhirnya harus dirumuskan dengan kata-kata. Tetapi penyajian bahan kajian mata pelajaran akan lebih menarik jika dihubungkan dengan pengalaman-pengalaman langsung dengan benda di mana anak-anak dapat melihat, mendengar, meraba, merasa, dan melakukan percobaan sendiri. Dengan cara demikian hasil belajar akan lebih bersifat permanen atau tidak mudah terlupakan. Mungkin karena itu, banyak ahli pendidik antara lain Friedrich Wilhelm Froebel, John Dewey, Louis Vives, Francis Bacon dan Thomas Aquino dengan penuh gairah berikhtiar memberantas verbalisme dengan cara menggunakan alat peraga dalam proses belajar yang dihubungkan dengan suatu pengalaman. Kata burung, sangkar, gajah, ayam, merak, serigala, kera, dan sebagainya dapat ditunjukkan gambarnya atau dengan mengajak murid-murid ke kebun binatang. Tetapi pengertian perikemanusiaan, keadilan, peradaban, kedaulatan rakyat, demokrasi dan sebagainya tidak dapat dengan sekejap mata diperlihatkan artinya. Jelaslah bahwa tidak semua hal dapat dipelajari dengan pengalaman langsung. Banyak hal harus dipelajari berdasarkan apa yang dialami oleh orang lain.
Untuk mengerti suatu kata atau istilah yang sulit dan abstrak, memerlukan banyak pengalaman dana memerlukan pengertian-pengertian lain untuk dapat mengenal isinya atau artinya. Sulit juga bagi seorang guru untuk mencari pengalaman belajar yang cocok untuk memperoleh pengertian yang tepat. Dari uraian tersebut, timbullah pertanyaan "Apa kegunaan memperagakan sesuatu?".
S. Nasution mengatakan bahwa maksud dan tujuan peragaan adalah memberikan variasi dalam cara guru mengajar dan memberikan lebih banyak realita dalam mengajar itu, sehingga pengertian lebih berwujud, lebih terarah untuk mencapai tujuan pelajaran. Sedangkan fungsi alat-alat peraga sebagai sarana belajar-mengajar yaitu agar proses belajar berlangsung secara efektif. Dalam kaitannya dengan interaksi guru dengan murid dan interaksi murid dengan murid, alat-alat peraga sebagai sarana belajar mempunyai kegunaan untuk:
Sebelum anak masuk sekolah hampir semua kata-kata dipahaminya, melalui pengalaman langsung dengan benda atau lingkungannya. Dengan perantaraan benda dan lingkungan itulah, interaksi antara orang tua dengan anak berada dalam suasana belajar. Tetapi setelah anak itu masuk sekolah, terjangkitlah ia dengan penyakit verbalisme. Penyakit inilah yang sedang berkecamuk di sekolah dasar, yaitu murid tidak memahami isi atau arti dari kata-kata yang diterimanya. Murid diminta untuk menghafal kata-kata yang tidak dipahami secara benar. Jelas bahwa menghafal bukan saja memudahkan terjadinya verbalisme, tetapi juga kurang menarik, kurang menyenangkan dan mungkin juga membosankan. Kata-kata sendiri penting diketahui oleh murid sekolah dasar, karena semua hasil belajar akhirnya harus ditunjukkan melalui kata-kata. Selain itu semua pengalaman belajar yang dialami oleh murid akhirnya harus dirumuskan dengan kata-kata. Tetapi penyajian bahan kajian mata pelajaran akan lebih menarik jika dihubungkan dengan pengalaman-pengalaman langsung dengan benda di mana anak-anak dapat melihat, mendengar, meraba, merasa, dan melakukan percobaan sendiri. Dengan cara demikian hasil belajar akan lebih bersifat permanen atau tidak mudah terlupakan. Mungkin karena itu, banyak ahli pendidik antara lain Friedrich Wilhelm Froebel, John Dewey, Louis Vives, Francis Bacon dan Thomas Aquino dengan penuh gairah berikhtiar memberantas verbalisme dengan cara menggunakan alat peraga dalam proses belajar yang dihubungkan dengan suatu pengalaman. Kata burung, sangkar, gajah, ayam, merak, serigala, kera, dan sebagainya dapat ditunjukkan gambarnya atau dengan mengajak murid-murid ke kebun binatang. Tetapi pengertian perikemanusiaan, keadilan, peradaban, kedaulatan rakyat, demokrasi dan sebagainya tidak dapat dengan sekejap mata diperlihatkan artinya. Jelaslah bahwa tidak semua hal dapat dipelajari dengan pengalaman langsung. Banyak hal harus dipelajari berdasarkan apa yang dialami oleh orang lain.
Untuk mengerti suatu kata atau istilah yang sulit dan abstrak, memerlukan banyak pengalaman dana memerlukan pengertian-pengertian lain untuk dapat mengenal isinya atau artinya. Sulit juga bagi seorang guru untuk mencari pengalaman belajar yang cocok untuk memperoleh pengertian yang tepat. Dari uraian tersebut, timbullah pertanyaan "Apa kegunaan memperagakan sesuatu?".
S. Nasution mengatakan bahwa maksud dan tujuan peragaan adalah memberikan variasi dalam cara guru mengajar dan memberikan lebih banyak realita dalam mengajar itu, sehingga pengertian lebih berwujud, lebih terarah untuk mencapai tujuan pelajaran. Sedangkan fungsi alat-alat peraga sebagai sarana belajar-mengajar yaitu agar proses belajar berlangsung secara efektif. Dalam kaitannya dengan interaksi guru dengan murid dan interaksi murid dengan murid, alat-alat peraga sebagai sarana belajar mempunyai kegunaan untuk:
- Menambah kegiatan belajar murid.
Banyaknya sarana belajar yang tersedia di sekolah, akan memungkinkan guru untuk mengembangkan variasi dalam proses belajar-mengajar atau dalam interaksi antara guru dan murid atau interaksi antara murid dengan murid.
- Membangkitkan minat murid untuk melakukan aktivitas.
Dengan bangkitnya minat murid maka akan banyak pertanyaan yang diajukan oleh murid kepada gurunya.
- Membuat suasana interaksi guru dengan murid atau murid dengan murid berada dalam suasana belajar yang menyenangkan.
- Apabila sarana diberikan dalam bentuk kelompok maka interaksi murid dan murid lebih bersifat erat, mengingat hal yang dibicarakan akan tertuju antara lain ada melakukan percobaan atau kegiatan, cara menafsirkan data yang terkumpul, dan sebagainya.
0 Response to "Sarana Belajar"
Post a Comment